Sabtu, 25 Mei 2013

Makalah Pengantar Ilmu Pendidikan tentang "Antropologi Pendidikan"


BAB I
   PENDAHULUAN   

2.1.  Latar Belakang
     Antropologi adalah suatu ilmu yang memahami sifat-sifat semua jenis manusia secara lebih banyak. Manusia menciptakan kebudayaan karena kebudayaannya manusia hidup berbudaya. Kebudayaan mempengaruhi atau membangun kepribadian seseorang atau suatu bangsa melalui cara-cara pendidikan. Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran, pemberian pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pikiran, karakter serta kapasitas fisik dengan menggunakan pranata-pranata agar tujuan yang ingin dicapai dapat dipenuhi. Dalam masyarakat yang sangat kompleks, terspesialisasi dan berubah cepat, pendidikan sangat memiliki peran besar dalam memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan. Dengan makin cepatnya perubahan kebudayaan, maka makin banyak waktu untuk memahami kebudayaannya sendiri.
     Masyarakat dan bangsa Indonesia bersifat majemuk. Kemajemukan sosial budaya pada suku-suku bangsa di Indonesia di satu pihak merupakan kebanggaan, tetapi di pihak lain juga dapat menimbulkan kesulitan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang merata dan menyeluruh, khususnya di bidang pendidikan. Sehubungan dengan itu, para pendidik perlu mempelajari antropologi pendidikan.
     Untuk memahami konsep tentang kebudayaan dan pendidikan, karakteristik fisik, lingkungan fisik, dan kemajemukan sosial budaya Indonesia, maka disusunlah makalah ini. Di samping itu, makalah ini juga bertujuan untuk memahami implikasi kebudayaan terhadap kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan.

2.1.  Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana arti dan konsep tentang kebudayaan?
1.2.2. Bagaimana hubungan antara kebudayaan dengan kepribadian?
1.2.3. Bagaimana hubungan kebudayaan dengan pendidikan?
1.2.4. Bagaimana karakteristik fisik manusia Indonesia?
1.2.5. Bagaimana karakteristik lingkungan fisik manusia Indonesia?
1.2.6. Bagaimana profil kemajemukan sosial budaya Indonesia?
1.2.7. Bagaimana implikasi profil karakteristik sosial budaya Indonesia terhadap penyelenggaraan pendidikan?

1.3  Tujuan
1.3.1. Mahasiswa dapat menjelaskan arti dan konsep kebudayaan.
1.3.2. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan antara kebudayaan dengan kepribadian.
1.3.3. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan antara kebudayaan dengan pendidikan.
1.3.4. Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik fisik manusia Indonesia.
1.3.5. Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik lingkungan fisik manusia Indonesia.
1.3.6. Mahasiswa dapat menjelaskan profil kemajemukan sosial budaya Indonesia.
1.3.7. Mahasiswa dapat menjelaskan implikasi profil karakteristik sosial budaya Indonesia terhadap penyelenggaraan pendidikan.

 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    KEBUDAYAAN, KEPRIBADIAN, dan PENDIDIKAN
2.1.  Konsep Kebudayaan
2.1.1   Definisi Kebudayaan
     Dalam arti sempit kebudayaan adalah kesenian, yaitu pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang memenuhi hasratnya akan keindahan. Adapun dalam arti  luas kebudayaan adalah seluruh total dari pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berkar kepada nalurinya karena itu hanya bias dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1984). Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi mengemukakan kebudayaan adalah semua karya dari cipta rasa dan karsa masyarakat. Budaya juga didefinisikan seluruh hasil usaha manusia dengan budinya berupa segenap jiwa yakni cipta, rasa dan karsa.
2.1.2   Unsur-Unsur Universal Kebudayaan
                 Menurut  Koentjaraningrat (1984) terdapat 7 unsur universal kebudayaan, yaitu sebagai berikut.
a)      Sistem religi dan upacara keagamaan.
b)      Sistem organisasi kemasyarakatan.
c)      Sistem Pengetahuan
d)     Bahasa
e)      Kesenian
f)       Sistem mata pencaharian hidup
g)      Sistem teknologi dan peralatan
                 Tata nama unsure-unsur universalkebudayaan di atas mengambarkan kontinum dari unsure-unsur yang paling sukar berubah ke unsure-unsur yang paling mudah berubah.
2.1.3   Wujud Kebudayaan
                 Kebudayaan paling tidak memiliki 3 wujud, yaitu sebagai berikut,
a)      Wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan.
b)      Wujud system sosial, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks   berpola dari manusia dalam masyarakat.
c)      Wujud fisik, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karyamanusia.
2.1.4. Hubungan Antara Wujud-Wujud Kebudayaan
     Kebudayaan ideal memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia baik pikiran-pikiran dan ide-ide maupun perbuatan dan karya manusia menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi pola pikirnya.
2.1.5. Penggolongan Kebudayaan
     Supardi Suparlan (A.W. Widjaja, 1986) membedakan kebudayaan menjadi 3 golongan, yaitu :
a)      Kebudayaan Suku bangsa (yang lebih dikenal dengan nama Kebudayaan Daerah)
b)      Kebudayaan umum lokal
c)      Kebudayaan Nasional
2.1.6. Sifat atau Karakteristik Kebudayaan
a)      Organik dan super organik. Kebudayaan bersifat organic sebab kebudayaan berakar pada organ manusia, tanpa manusia berbuat, berpikir, merasa dan membuat benda-benda maka tidak aka ada kebudayaan. Kebudayaan super organik karena kebudayaan hidup terus melampaui generasi tertentu dan arena isinya lebih merupakan hasil karya manusia daripada hasil unsur biologis.
b)      Overt (terlihat) dan covert (tersembunyi). Kebudayaan terlihat dalam bentuk-bentuk tindakan-tindakan dan benda-benda, seperti rumah, pakaian, bentuk pembicaraan yang dapat diamati secara  langsung. Sedangkan tersembunyi, yakni dalam aspaek sikap dasar terhadap alam fisik dan alam gaib yang mesti diiterprestsikan pengertiannya dari apa yang dikatakan  dan dilakukan  anggota-anggotanya.
c)      Ideal dan aktual (manifest). Kebudayaan ideal terdiri atas cara berbuat/ berkelakuan sesuai dengan kepercayaanya (normative), sedangkan bersifat actual (manifest) maksudnya kebudayaan itu merupakan tindakan-tindakan yang nyata.
d)     Stabil dan berubah. Terdapat hal-hal dipertahankan oleh masyarakat agar tidak tetap berubah (stabil), tetapi terjadi pula perubahan-perubahan kebudayaan di dalam masyarakat. Para antropolog umumnya menerima ketidak tetapan kebudayaan.
2.1.7. Fungsi Kebudayaan
Kerber dan Smith (Imran Manan, 1989) mengemukakan fungsi utama kebudayaan dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut :
a)      Pelanjut keturunan dan pengasuhan anak
b)      Pengembang kehidupan ekonomi
c)      Transmisi budaya
2.2    Kebudayaan dan Kepribadian
2.2.1   Kepribadian dan Kepribadian Bangsa
                 Kepribadian adalah susunan unsure-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari setiap individu manusia. Kepribadian tersebut ada 2 jenis yaitu kepribadian yang menunjuk kepada seorang individu dan kepribadian bangsa contohnya: kepribadian bangsa Indonesia. Kepribadian individu terbentuk didalam lingkungan hidupnya sepanjang hidup individu yang bersangkutan. Oleh Karena itu, upaya memahaimi kepribadian tanpa menghubungkan dengan konteks lingkungan hidupnya akan merupakan gambaran mati yang kurang berarti.
2.2.2   Manusia Menciptakan Kebudayaan dan karena Kebudayaannya Berbudaya
Kebudayaan membentuk manusia secara intelektual, emosiaonal, secara fisik atau tingkah laku manusia. Mengingat hal tersebut dan dengan mengacu kepada pengertian kepribaidan sebagaimana telah dikemukakan diatas maka dapat dipahami adanya hubungan antara hubungan antara kebudayaan dengan kepribadian, yaitu bahwa kebudayaan berpengaruh atau membangun kepribadian seseorang.
2.2.3. Pendidikan atau Enkulturasi
                 Kebudayaan mempengaruhi manusia melalui apa yang disebut dengan enkulturasi atau internalisasi budaya yaitu suatu proses dimana seorang individu menyerap cara berpikir, bertindak, dan merasa yang mencerminkan kebudayaannya. Enkulturasi berlangsung didalam berbagai lingkungan, seperti keluarga, sekolah, dan pergaulan didalam masyarakat. Dalam arti luas, bahwa pendidikan atau enkulturasi berlangsung dalam kehidupan dan sepanjang hayat.
2.3    Kebudayaan dan Kependidikan
     Antara kebudayaan dan pendidikan terdapat hubungan komplementer. Pertama kebudayaan berperan sebagai masukan dan pendidikan contohnya tujua pendidikan ditentukan oleh system nialai yang dianut oleh masyarakat. Kedua pendidikan berfungsi untuk melestarika kebudayaan masyarkat dan juga berfungsi dalam rangka melakukan pengemabangan dan atau perubahan kebudayaan masyarkat kearah yang lebih baik. Fungsi konservasi atau pelestarian kebudayaan merupakan fungsi kependidikan dlam rangka pewarisan kebudayaan. Hal yang harus diwariskan kepada genersi muda tentunya adalah kebudyaan ideal (misalnya nilai kejujuran, keadilan, pola perilaku baik, dan sebagainya) sehingga klebudayaan ideal milik masyarakat menjadi lestari. Fungsi kreasi atau inovasi dan pendidikan merupakan fungsi untuk diciptakannya kebudayaan baru yang lebih baik, sesui dengan tuntutan kehidupan, dan perkembangan jaman.
B.     KARAKTERISTIK DAN KEMAJEMUKAN SOSIAL BUDAYA INDONESIA
2.4.  Karakteristik Fisik Suku-Suku Bangsa Indonesia
                 Para sarjana Antropologi menggolongkan manusia ke dalam tiga ras pokok berdasarkan perbedaan wujud fisik yang nyata, yaitu ras Kaukasoid (putih), ras Mongoloid (kuning), dan ras Negroid (hitam). Menurut Agraha Suhandi (1985), suku bangsa Indonesia dapat digolongkan ke dalam tiga ras. Masing-masing ras tersebut sebagai berikut:
1.      Ras Negroid (Negrite): berkulit hitam, rambut keriting, tinggi badan kurang lebih 1,50 m, kepala pendek. Unsur ras ini masih tampak antara lain pada suku bangsa Iriyan Jaya (Papua).
2.      Ras Vedoid (Wedda): kulit sawo matang, rambut ikal atau bergelombang, tinggi badan kurang lebih 1,50 m, bentuk kepala panjang (Dolicho Cephali). Unsur ras ini masih tampak pada suku bangsa Enggano, Kubu, Dayak Barito, Toala di Sulawesi, mentawai, Nias dan tampak sedikit pada sebagian kecil suku bangsa Batak.
3.      Ras Mongoloid: ras Mongoloid di Indonesia kadang-kadang disebut juga ras Melayu dengan karakteristik kulit sedikit kunibg, rambut lurus, tinggi badan kurang lebih 1,50 m, bentuk kepala pendek (brachichephali). Suku bangsa yang memperlihatkan karakteristik ras ini merupakan sebagian besar yang sampai sekarang terdapat di Indonesia. Ras Melayu terbagi menjadi dua bagian, yaitu Proto Melayu dan Deutero Melayu.

2.5.  Karakteristik Lingkungan Fisik Manusia Di Indonesia
     Tuhan menganugerahi masyarakat Indonesia lingkungan fisik yang luas, bervariasi, dan mengandung kekayaan yang luar biasa sebagai sumber daya alam bagi pembangunan yang mendukung bagi pencapaian kemakmuran. Lingkungan fisik yang beriklim tropis sangat kopndusif untuk pertanian dan pada umumnya tanahnya pun subur (tetapi ada daerah-daerah yang tidak subur seperti di pulau Flores); mempunyai berbagai sumber mineral, sumber minyak, hutan kayu, kekayaan laut, gunung berapi, keragaman tumbuhan, keragaman satwa. Selain itu, lingkungan fisik masyarakat (bangsa) kita memiliki keindahan tersendiri. Masyarakat Indonesia sepatutnya bersyukur kepada Tuhan YME, memanfaatkan kekayaan lingkungan fisik tersebut dengan mengolahnya secara bijaksana agar kelestariannya dan keutuhannya tetap terjaga demi kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.
2.6    Kemajemukan Sosial-Budaya Bangsa Indonesia
Antropologi Indonesia, Koentjaraningrat mengemukakan bahwa “Bangsa Indonesia yang mendiami kepulauan Nusantara ini merupakan sebuah masyarakat majemuk, baik dalam hal suku bangsa, agama yang dianutnya, adat istiadat atau lebih umum lagi dalam hal kebudayaannya”.
Untuk lebih mendapatkan gambaran kemajemukan masyarakat dan kebudayaan Indonesia, berikut ini akan dideskripsikan enam unsure kebudayaan universal beberapa suku bangsa yang terdapat di beberapa daerah di Indonesia, antara lain :
1.      Pola perkampungan /Desa
Suatu kesatuan tempat tinggal yang disebut kampung demikian pula perluasannya, seperti desa bagi suku-suku bangsa di Indonesia memiliki pola yang berbeda-beda. Pola-pola kampung di suatu daerah kadang kala menunjukkan adanya beberapa pola tergantung dan keadaan lingkungan dimana kampung atau desa itu berada. Dengan demikian, tidak mungkin untuk mengatakan pola kampung tertentu merupakan pola yang khas untuk suatu suku bangsa, sebab kenyataannya setiap suku bangsa memiliki pola kampung/desa campuran. Contohnya: Pola kampung suku bangsa Sunda ada yang berderet, berkelompok dan ada pula yang memiliki tanah lapang dilengkapi dengan lumbung padi, saung lisung (tempat menumbuk padi), kandang ternak, balong (kolam), dan pancuran (tempat mandi atau cuci). Pola kampung suku bangsa Jawa ditandai dengan adanya rumah-rumah beserta pekarangan yang satu dengan yang lain dipisahklan dengan pagar bam,bu atau pagar hidup. Ada di antara rumah tersebut dilengkapi dengan lumbung padi, kandang ternak, dan perigi.. kampung yang satu dengan yang lainnya dihubungkan dengan jalan kampung. Rumah-rumah berjajar menghadap ke jalan.
2.      Sistem Kemasyarakatan
System kemasyarakatan di Indonesia dalam arti kepemimpinan formal dalam pemerintahan dari tingkat provinsi sampai dengan kecamatan adalah sama. Namun, kepemimpinan pada tingkat desa atau kampung dalam konteks kebudayaan suku bangsa atau daerah cukup beragam.
3.      System Kekerabatan
          Kekerabatan ialah istilah yang digunakan untuk menunjukkan identitas para kerabat berkenaan dengan penggolongan kedudukan mereka dalam hubungan kekerabatanmasing-masing dengan ego. Terdapat cara menarik garis garis keturunan masyarakat Indonesia, antara lain :
a)      Matrilineal : Suku bangsa Minangklabau dan Enggano
b)      Patrilineal : di daerah pegunungan Aceh, Buru, Seram, Ambon, Kepulauan Kei, Aru, dan suku bangsa Batak.
c)      Dobel Unilateral atau matri-patrilineal : Suku bangsa Rejang dan sebagian suku bangsa Sumba.
d)     Parental atau  Bilateral : Suku bangsa Aceh, Sumatera Selatan, Kalimantan, Jawa, Sunda, Madura, Sulawesi, Riau, Bangka Belitung.
4.      Sistem Mata Pencaharian Hidup
           Masyarakat (bangsa) Indonesia mempunyai keragaman juga dalam system mata pencaharian hidupnya. Memang Negara kita terkenal sebagai Negara agraris, tetapi dalam bercocok tanam terdapat berbagai cara yang dilakukan kelompok-kelompok masyarakat sesuai dengan kondisi lingkungan fisik dan budayanya, seperti berladang, bertegalan, dan bersawah. Selain dari hidup petani, di antara masyarakat Inmdonesia juga ada yang bermata pencaharian melalui beternak, sebagai nelayan, perikanan darat, perikanan tambak, dan berdagang. Ada juga yang yang mengusahakan kerajinan dan pertenunan.
5.      Bahasa dan Kesenian
 Bangsa Indonesia memang mempunyai bahasa persatuan-kesatuan, yaitu Bahasa Indonesia. Namun demikian, hampir setiap suku Bangsa di Indonesia memiliki bahasa ibu atau bahasa daerahnya masing-masing. Contohnya kita mengenal bahasa Sunda, bahas Batak, bahasa Melayu, bahasa Padang, bahasa Bugis, bahasa Jawa.
Kesenian pun demikian beragamnya di Indonesia. Hal ini baik berkenaan dengan music, nyanyian, tarian, kerajinan tangan, yang menjadi cirri khas setiap suku bangsa atauy daerah masing-masing. Contohnya : seni pahat atau seni ukir dari Jepara, Bali, Irian Jaya; batik Pekalongan, Batik Garutan, Tasikmalaya, dsb; tari Sunda, tari Bali, tari Betawi, dsb.
6.      Sistem Agama atau Kepercayaan
  Di antara masyarakat Indonesia ada yang menganut agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu Bali, Budha, Kong Hu Cu. Namun demikian, dalam praktik kehidupan sehari-hari tampak unsure-unsur kepercayaan tyang berada di luar agama-agama tersebut di atas. Berkenaan dengan ini Agraha Sugandi (1985) mengemukakan bahwa hampir pada setiap suku bangsa dikenali adanya mite atau mitologi, yaitu kepercayaan tentang kejadian dari sesuatu, misalnya tentang alam semesta, manusia, tentang mengapa matahari selalu terbit dari timur, tentang kejadian padi, dan kejadian dari tempat-tempat tertentu. Dari mite tersebut dapat diketahui kepercayaan dari suku-suku bangsa tersebut bahwa segala sesuatu tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi ada yang menyebabkannya atau menciptakannya.
C.     IMPLIKASI KARAKTERISTIK MANUSIA INDONESIA TERHADAP PENDIDIKAN
2.7. Implikasi Terhadap Dasar dan Akar Pendidikan
     Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan sebagai dasar Negara Indonesia. Implikasinya maka Pancasila dan UUI 1945 berkedudukan sebagai dasar pendidikan nasional.
      Pendidikan harus dikembangkan dengan berakar kepada nilai-nilai agama dan kebudayaan bangsa tersebut. Jika tidak demikian maka pendidikan tidak akan dapat meningkatkan kualitas hidup bangsa secara utuh. Demikian pula jika pendidikan dilaksanakan dengan berakar pada kebudayaan bangsa lain, tentu akan menimbulkan kesenjangan sosial-budaya. Bahkan mungkin identitas bangsa tersebut akan terkikis habis dan muncul masyarakat baru yang terputus dari dimensi kesejarahan kebudayaan bangsanya. Implikasinya maka pendidikan nasional hendaknya berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional.
2.8.  Implikasi Terhadap Pengelolaan Pendidikan
      Pengelolaan pendidikan bersifat Dekonsentrasi. Mengingat betapa luasnya wilayah Negara Republik Indonesia serta keanekaragaman keadaan lingkungan fisik dengan segala kekayaan yang dikandungnya, dan majemuknya keadaan sosial-budaya di Indonesia maka perlu diambil suatu kebijakan di dalam pengelolaan pendidikan agar efisien dan efektif. Implikasinya maka kebijakan pengelolaan pendidikan dalam system pendidikan nasional kita bersifat dekonsentrasi seperti tercermin dalam pasal 50 UU RI No. 20 Tahun 2003.
2.9.  Kurikulum Pendidikan
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Keragaman dan kekayaan lingkungan fisik yang dimiliki masyarakat (bangsa) Indonesia akan kurang dimanfaatkan bagi kemakmuran apabila masyarakat tersebut kurang berdaya untuk dapat mengelola dan memanfaatkannya. Oleh sebab itu, pendidikan hendaknya merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Implikasinya maka kurikulum pendidikan hendaknya merupakan kurikulum yang berbasis kompetensi.
Kurikulum Nasional dan Kurikulum Muatan Lokal. Ragamnya lingkungan fisik yang dihuni masyarakat Indonesia, serta ragamnya keadaan sosial-budaya menghadapkan suatu tantangan bagi masyarakat (bangsa) Indonesia. Antara lain : (1) pelestarian integrasi bangsa yang bersifat majemuk agar tetap Bhinneka Tunggal Ika, (2) terbinanya kepribadian bangsa Indonesia, (3) standar nasional mutu pendidikan, dan (4) relevansi pendidikan secara nasional, serta (5) relevansi pendidikan secara local sesuai dengan keadaan lingkungan dan sosial budaya daerah atau suku bangsa yang bersangkutan. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa integrasi adalah keserasian satuan-satuan yang terdapat dalam suatu system (bukan penyeragaman, tetapi hubungan satuan-satuan sedemikian rupa dan tidak merugikan masing-masing satuan).
Implikasi dari semua hal di atas maka perlu diambil kebijakan untuk tersedianya : pertama, kurikulum nasional yang memungkinkan tetap lestarinya keadaan masyarakat yang Bhinneka Tunggal Ika, terbinanya kepribadian Bangsa, terjaminnya standar nasional mutu pendidikan, dan relevansi pendidikan secara nasional. Kedua, kurikulum muatan local yang memungkinkan terjaminnya relevansi pendidikan secara local, baik dalam kaitannya dengan lingkungan fisik maupun sosial-budaya.
2.10.        Wajib Belajar
           Presiden RI telah mencanangkan Gerakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar. Jadi, wajib belajar ini lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di SD atau satuan pendidikan yang sederajat dan tiap tahun SLTP atau satuan pendidikan yang sederajat.
Ditinjau dari sudut antropologi, yaitu berkenaan dengan dengan karakteristik sosial budaya Indonesia terdapat beberapa hal yang turut berimplikasi terhadap kebijakan dan penyelenggaraan wajib belajar pendidikan dasar ini, di antaranya :
1)      Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
2)      Nilai dan norma yang mengakui kesamaan hak setiap warga Negara untuk mendapatkan pendidikan sebagaimana termaktub pada Pasal 31 UUD 1945.
3)      Keragaman lingkungan fisik masyarakat Indonesia yang sebagian besar berada di pedesaan terpencil dan terisolasi.
4)      Pelapisan sosial-ekonomi (yaitu tinggi, menengah, dan rendah atau miskin), dimana dalam masyarakat Indonesia masih cukup jumlah masyarakat miskin.
5)      Asumsi mengenai fungsi pendidikan demi pembudayaan dan pemberdayaan masyarakat.
6)      Asumsi mengenai fungsi kebudayaan sebagai dasar dan alat bagi manusia untuk dapat menangani permasalahan dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.11.        Gerakan Nasional Orang Tua Asuh
Pelaksanaan pendidikan memerlukan dana atau biaya yang memadai. System sosial masyarakat Indonesia terdapat pelapisan sosial-ekonomi, yang terdiri atas : lapisan masyarakat kaya, menengah, dan miskin. Khususnya masyarakat miskin untuk dapat membiayai anak-anaknya agar dapat menyelesaikan pendidikan pada tingkat sekolah dasar saja sudah sulit atau bahkan tidak mampu. Apalagi untuk menyelesaikan wajib belajar Sembilan tahun. Di pihak lain pemerintah pun memiliki keterbatasan dalam hal anggaran pendidikan. Sementara mereka mendapatkan jaminan hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dan mendapatkan kewajiban belajar pendidikan dasar Sembilan tahun.
          Pemerintah melalui Keputusan Menteri Sosial RI No. 52/HUK/1996 telah mengambil keputusan tentang “Pembentukan Lembaga Gerakan Nasional Orang Tua Asuh”. Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA); dan dikeluarkan pula Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1997 tentang “Pembentukan Lembaga Gerakan Nasional Orang Tua Asuh”.
2.12.        Implikasi Karakteristik Kebudayaan Terhadap Praktek Pendidikan
                Kebudayaan memiliki karakteristik ideal dan actual, serta stabil dan berubah. Karakteristik kebudayaan ini tentunya berlaku juga dalam kebudayaan masyarakat Indonesia. Karakteristik kebudayaan ini mengandung potensi untuk memunculkan masalah dalam praktik pendidikan. Tentu saja dengan syarat apabila tidak ada kesejalanan antara kebudayaan actual dan kebudayaan idealnya. Demikian pula mungkin terjadi konflik antara kebudayaan baru dengan kebudayaan yang dianggap sudah stabil atau mapan.
            Pancasila dan UU 1945 adalah dasar pendidikan kita, implikasinya kita memang perlu melestarikan kebudayaan lama yang dianggap mapan, sebaliknya juga tidak menolak perubahan. Prinsip perubahan dalam pendidikan bukanlah mengikuti perkembangan zaman atau kebudayaan yang sedang berubah melainkan melakukan perubahan dengan mengacu kepada nilai-nilai dasar tertentu dan mengendalikannya kea rah tujuan tertentu pula.
   
 
BAB III
KESIMPULAN

       Setelah mengerjakan makalah ini, kami dapat menarik kesimpulan bahwa :

1) Manusia menciptakan kebudayaan dan karena kebudayaannya manusia hidup berbudaya. Kebudayaan mempengaruhi (membangun) kepribadian seseorang. Kebudayaan mempengaruhi atau membangun kepribadian melalui enkulturasi atau pendidikan.
2)    Kemajemukan bangsa Indonesia meliputi karakteristik fisiknya, karakteristik lingkungan fisiknya, dan sosial budayanya.
3)  Implikasinya bahwa Pancasila dan UUD 1945 menjadi dasar bagi pendidikan nasional sebagai salah satu pranata kebudayaannya.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar